Indonesia, salah satu negara dengan populasi yang sanagt kental dengan budaya lokalnya ini sampai saat ini masih memandang gay sebelah mata. Kebanyakan dari mereka sangat mengedepankan agama dan budaya. Pertama disini saya tidak mau menjelek-jelekkan suatu komunitas atau golongan tapi hanya mengungkapkan apa yang saya rasakan karena kita hidup di negara yang bebas dalam berpendapat bukan.
Saat di Indonesia saya tinggal di provinsi dengan pendapatan daerah paling besar di Indonesia, Jawa Timur. Saya adalah gay yang belum terbuka. Hanya sedikit teman saya yang tahu akan hal itu. Itu adalah hal yang sangat sulit bagi saya untuk diterima. Lebih lanjut silakan baca di tulisan saya lain. Saya bukanlah gay yang suka bertemu dengan gay lain, saya lebih memilih untuk diam ketika bertemu dengan gay lain.
Gay di Indonesia lebih terkenal dengan kata banci. Jujur saya benci sekali dengan kata itu. Makian orang terkadang saya terima dengan kata itu. Bullying di negara kita memang sudah menjadi tradisi bahkan lebih parahnya beberapa orang menggangap hal ini sebagai kata ganti akrab. Alasan terkuat kenapa saya benci ketika orang memanggil saya banci adalah karena memang saya bukan banci. Menurut bahasa indonesia banci adalah tidak berjenis laki-laki dan juga tidak berjenis perempuan. Dari arti pertama itu saja sudah tidak mencerminkan saya. Oke, mungkin saya terkadang memang terlihat seperti perempuan, tapi saya bukan perempuan. Saya tetap laki-laki normal! Hey! Gender stereotype orang kita itu kadang terlalu berlebihan dan tidak adil.
Agama saya adalah Islam, dimana kita semua tahu para ulama akan mengatakan tidak untuk gay. Agama adalah salah topik yang saya hindari, karena memang saya bukan termasuk orang yang agamis. Tapi jika ditanya orang apa gama saya, saya tetap akan menjawab islam. Saya percaya hanya Tuhan yang berhak menentukan benar atau salah umatnya.
Perlahan kaum LGBT di Indonesia sudah mulai menampakkan dirinya. LIhat saja berapa banyak pengguna aplikasi atau situs web perjodohan gay yang berbasis lokasi atau profil diri. Terkadang kita juga bisa menemui beberapa pasangan gay cuek bermesraan di tempat umum, biasanya terjadi di kota besar. Kehadiran transeksual yang telah lama berbaur dengan masyarakat kita, perlahan sudah mendapatkan tempat di sosial. Semua itu butuh waktu untuk mendapat tempat, ini bukan sesuatu yang baru, karena dari dulupun banyak teman LGBT kita yang harus berakting sampai akhir hayatnya.
Indonesia adalah negara demokrasi, tiada hal yang lebih kuat daripada masyarakatnya itu sendiri. Kita masih memiliki harapan untuk diakui di rumah kita. Memang suatu pengorbanan itu selalu membuat kita terusik dari tempat nyaman kita, tapi setidaknya generasi Indonesia selanjutnya bisa lebih meiliki pkiran yang terbuka. Salam ramah dari HiLGBT.
No comments:
Post a Comment